Beranda > Makalah > Muhammad bin Abdul Wahab dan Gerakan Wahhabi

Muhammad bin Abdul Wahab dan Gerakan Wahhabi

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Syeikh al-Islam al Imam Muhammad bin ‘Abdul Wahah bin Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Rasyid bin Barid Bin Muhammad bin al-Masyarif at-Tamimi al-Hambali an-Najdi. Syeikh Muhammad bin ‘Abdul Wahab dilahirkan pada tahun 1115 H (1701 M) di kampung ‘Uyainah (Najd), Lebih kurang 70 km arah barat laut kota Riyadh, ibukota Arab Saudi sekarang. Beliau meninggal dunia pada 29 Syawal 1206 H (1793 M) dalam usia 92 tahun, setelah mengabdikan diri selama lebih 46 tahun dalam memangku jabatan sebagai menteri  penerangan kerajaan Arab Saudi.

Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab berkembang dan dibesarkan dalam kalangan keluarga terpelajar. Ayahnya adalah ketua jabatan agama setempat. Sedangkan datuknya adalah seorang qadhi (mufti besar), tempat di mana masyrakat Najd menanyakan segala sesuatu masalah yang bersangkutan dengan agama. Oleh karena itu, kita tidaklah heran apabila kelak beliau juga menjadi seorang ulama besar seperti datuknya. Sebagai mesinnya keluarga ulama, maka Syeikh Muhmmad bin Abdul Wahab sejak masih kanak – kanak telah dididik dan ditempa jiwanya dengan pendididkan agama, yang diajar sendiri  oleh ayahnya, Tuan Syeikh Abdul Wahab. Sejak kecil Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab sudah kelihatan tanda – tanda kecerdasannya. Beliau tidak suka membuang masa kecilnya dengan sia – sia seperti kebiasaan tingkah laku kebanyakan kanak – kanak lain yang sebaya dengannya. Berkat bimbingan kedua ibu bapaknya tentang beberapa bidang kecerdasan otak dan kerajinannya,

Syeikh Muhammad bin ‘Abdul Wahab telah berjaya menghafaz al- qur’an 30 juz. Setelah beliau belajar pada ibu bapaknya tentang beberapa bidang pengajian dasar yang meliputi bahasa dan agama, beliau diserahkan oleh ibu bapaknya kepada para ulama setempat sebelum dikirim oleh ibu bapaknya ke luar daerah. Tentang ketajaman pikirannya, saudaranya Sulaiman bin’Abdul Wahab pernah menceritakan begini: “ Bahwa ayah mereka, Syeikh ‘Abdul Wahab merasa sangat kagum atas kecerdasan Muhammad, padahal ia masih di bawah umur. Beliau berkata: ‘Sungguh aku telah banyak mengambil manfaat dari ilmu pengetahuan anakku Muhammad, terutama dibidang ilmu Fiqh.” Syeikh Muhammad mempunyai daya kecerdasan dan ingatan yang kuat, sehingga apa saja yang dipelajarinya dapat dipahaminya dengan cepat sekali, kemudian apa yang telah dihafalnya tidak mudah pula hilang dalam ingatannya.

B.RUMUSAN MASALAH

  1. Muhammad bin Abdul Wahhab
  2. Gerakan Wahhabi
  3. Kehidupan Syeikh Muhammad di Madinah
  4. Belajar dan berdakwah di Basrah
  5. Syeikh Muhammad di Dariyah

BAB II

PEMBAHASAN

1. Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab

(1115 – 1206 H/1701 – 1793 M), nama lengkap : Syeikh al-Islam al-Imam Muhammad bin Abdul  Wahab bin Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyid bin Barid bin Muhammad bin al-Masyarif at- Tamimi al-Hambali an- Najdi adalah seorang ahli teologi agama Islam dan seorang tokoh pemimpin gerakan salafiah yang pernah menjabat sebagai menteri penerangan Kerajaan Arab Saudi.

2. Gerakan Wahhabi

Muhammad bin Abdul Wahab berusaha membangkitkan kembali pergerakan perjuangan Islam, para pendukung pergerakan ini sering disebut Wahabbi, tetapi mereka menolak istilah ini karena pada dasarnya ajaran bin Wahhab adalah ajaran Nabi Muhammad, bukan ajarannya sendiri. Karenanya, mereka lebih memilih untuk menyebut diri mereka sebagai Salafis atau Muwahhiddun, yang bererti”satu Tuhan”.

Istilah Wahhabi sering menimbulkan kontroversi berhubung dengan asal – usul dan kemunculannya dalam dunia Islam. Umat Islam umunya keliru dengan mereka karena mereka mendakwah mazhab mereka menuruti pemikiran Ahmad bin Hanbal dan alirannya, al-Hanbaliyyah atau al-Hanabilah yang merupakan salah Mazhab dalam al-Sunnah wa al-Jama’ah.                   Nama Wahhabi atau al- Wahabiyyah kelihatan dihubungkan kepada nama ‘Abd al-Wahhab, al-Syeikh Muhammad bin ‘Abd al- Wahab al-Najdi. Bagaimanapun, nama Wahhabi dikatakan tolak oleh para penganut Wahhabisendiri dan mereka menggelarkan diri mereka sebagai golongan al-Muwahhidun (Unitarians) karena mereka mendakwah ingin mengembalikan jaran – jara tawhid kedalam Islam dan kehidupan murni menurut sunnah Rasululllah. Dia mengikat perjanjian dengan Muhammad bin Saud. Sesuai kesepakatan, sampai saat ini gelar “keluarga kerajaan” Negara Arab Saudi dipegang oleh keluarga Saud.

Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab dilahirkan pada tahun 1115 H (1701 M) di kampong Uyainnah 9Najd), lebih kurang 70 km arah barat laut kota Riyadh, ibukota Arab Saudi sekarang. Ia tumbuh dan dibesarkan dlam kalangan keluarga terpelajar. Syeikh Abdul Wahab. Ditambah dengan kecerdasan otak dan kerajinannya, Syeikh Muhammad abdul bin Abdul Wahab berhasil menghafal 30 juz al-quran sebelum ia berusia sepuluh tahun. Setelah itu, beliau diserahkan oleh orang tuanya kepada para ulama setempat sebelum akhirnya mereka mengirimnya untuk belajar ke luar daerah. Saudara kandungnya, Sulaiman bin abdul Wahab, menceritakan betapa bangganya Syeikh Abdul Wahab, ayah mereka , terhadap kecedasan Muhammad. Beliau pernah berkata, “Sungguh aku telah banyak mengambil manfaat dari ilmu pengetahuan anakku Muhammad, terutama di bidang ilmu Fiqh”. Setelah mencpai usia dewasa, Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab diajak oleh ayahnya untkuk bersama-sama pergi ke tanah suci Mekkah untuk menuaikan rukun Islam yang kelima –mengerjakan haji di Baitullah. Ketika selesai menunaikan ibadah haji, ayahnya kembali ke Uyainah sementara Muhammad tetap tinggal di Mekkah selama selama beberapa waktu dan menimba ilmu di sana. Setelah itu, ia pergi ke Madinah untuk berguru. Di madinah, ia berguru pada dua orang ulama besar.

3. Kehidupan Syeikh Muhammad di Madinah

Saat di Madinah syeikh Muhammad semakin terdorong untuk memperdalam ilmu ketauhidan yang murni (Aqidah Salafiyah). Ia pun berjanji pada dirinya sendiri, ia akan berjuang dan bertekad untuk mengembalikan aqidah umat Islam di sana sesuai keyakinannya, yaitu kepada akidah Islam yang menurutnya murni (tauhid), untuk itu, ia pun mulai mempelajari berbagai buku yang ditulis para ulama terdahulu.

4. Belajar dan Bredakwah di Basrah

Setelah beberapa lama menetap di Mekkah dan Madinah, ia kemudian pindah ke Basrah. Di sini beliau bermukim lebih lama, sehinggs bsnysk ilmu – ilmu yang diperolehnya, terutama di bidang hadits dan musthalahnya, fiqih dan usul fiqhnya, serta ilmu gramatika (ilmu qawaid). Selain belajar, ia sempat juga berdakwah di kota ini.

Syeikh Muhammad bin ‘Abdul Wahab memulai dakwahnya di Basrah, tempat di mana beliau bermukim untuk menuntut ilmu ketika itu. Akan tetapi, dakwahnya di sana kurang bersinar.

Di antara pendukung dakwahnya di kota Basrah ialah seorang ulama yang bernama Syeikh Muhammad al-Majmu’i. tetapi Syeikh Muhammad bin ‘Abdul Wahab bersama pendukungnya mendapat tekanan dan ancaman dari sebagian ulama. Akhirnya beliau meningglakan Basrah dan mengembara ke beberapa negeri Islam untuk menyebarkan ilmu dan pengalamannya.

Setelah beberapa lama, beliau lau kembali ke al-Ihsa menemui gurunya, untuk mendalami beberapa bidang pengajian tertentu yang selama ini belum sempat dipelajarinya. Di sana beliau bermukim untuk beberapa waktu, dan kemudian ia kembali ke kampong asalnya Uyainah. Adalah untuk mencegah agar makam tersebut tidak dijadikan objek peribadatan oleh masyarakat Islam setempat.

Berita tentang pergerakan ini akhirnya tersebar luas di kalangan masyarakat Uyainah maupun di luar Uyainah.

Ketika pemerintah al- Ahsa’ mendapat berita bahwa Muhammad bin ‘Abd al-Wahhab mendakwahkan pendapat, dan pemerintah ‘Uyainah pula menyokongnya, maka kemudian memberikan peringatan dan ancaman kepada pemerintah Uyainah . hal ini rupanya berhasil mengubah pikiran Amir Uyainah. Ia kemudian memanggil Syeikh Muhammad untuk membicarakan tentang cara tekanan yang diberikan oleh Amir al-Ihsa. Amir Uyainah berda dalam posisi serba salah saat itu.

Dalam bukunya yang berjudul Al-Imam Muhammad bin Adul Wahab, Wada Watahu Wasiratuhu. Syeikh Muhammad bin ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baz, beliau berkata: “ Demi menghindari pertimpahan darah, dank arena tidak ada lagi pilihanlain, di samping beberapa pertimbangan lainnya mkaterpaksalah Syeik meninggalakan negeri Uyainah menuju negeri Dariyah dngan menempuh perjalanan secara berjalan kaki seorang diri tanpa ditemani oleh seorang pun. Beliau meninggalkan negeri Uyainah pada waktu dini hari, dan sampai ke negeri Dariyah pada waktu malam hari.” (Ibnu Baz,Syeikh ‘Abdul’Aziz bin ‘Abdullah, m.s 22)

Tetapi ada juga tulisan lainnya yang mengatakan bahwa: Pada mulanya Syeikh Muhammad mendapat dukungan penuh dari pemerintah negeri Uyainah Amir Uthman bin Mu’ammar. Dengan demikian, tinggallah Syeikh Muhammad dengan beberapa orang sahabatnya yang stia untuk meneruskan dakwahnya. Dan beberapa hari kemudian, Syeikh Muhammad diusir keluar dari negeri itu oleh pemerintahannya.Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab kemudian pergi Dariyah.

5. Syeikh Muhammad di Dariyah

Sesampainya Syeikh Muhammad di sebuah kampung wilayah Darioyah, yang tidak berapa jauh dari tempat keiaman Amir Muhammad bin Saud  (pemerintah negeri Dariyah). Syeikh menemui seorang penuduk di kampung itu, orang tersebut bernama Muhammad bin Sulaim al- Arini. Bin Sulaim ini adalah seorang yang dikenal soleh oleh masyarakat setempat. Syeikh kemudian meminta izin untuk tinggal bermalam di rumahnya sebelum ia meneruskan perjalanannya ke tempat lain. Pada awalanya ia ragu – ragu menerima Syeikh di rumahnya, karena suasana Dariyah dan sekelilingnya pada waktu itu tidak aman, tapi karena mengetahui maksud dan tujuannya, barulah Muhammad bin Sulaim ingin menerimanya sebagai tamu di rumahnya.

Peraturan di Dariyah ketika itu mengharuskan setipa pendatang melaporkan diri kepada pihak berkuasa setempat, maka pergilah Muhammad bin Sulaim Abdul Wahab yang baru tiba dari Uyainah serta menjelaskan maksud dana tutjuannya kepada beliau. Namun mereka gagal menemui Amir Muhammad yang saat itu tidak ada di rumah, mereka pun menyampaikan pesan kepada Amir melalui istrinya.

Istri Ibnu Saud ini adalah seorang wanita yang soleh. Maka, tatkala Ibnu Saud mendapat giliran ke rumah istrinya ini, sang istri menyampaikan semua pesan – pesan itu kepada suaminya. Selanjutnya ia berkata kepada suaminya: “ Bergembiralah kakanda dengan keuntungan besar ini, keuntungan di mana Allah telah mengirimkan ke negeri kita seorang ulama, juru dakwah yang mengajak masyrakat kita kepada agama Allah, berpegang teguh kepda Kitabullah dan Sunnah RasulNya. Inilah suatu keuntungan yang sangat besar, janganlah ragu – ragu untuk menerima dan membantu perjuangan ulama ini, mari sekarang juga kakanda menjemputnya kemari.”

Namun baginda bimbang sejenak, ia bingung apakah sebaiknya Syeikh itu dipanggil dating menghadapnya, atau dia sendiri yang harus dating menjemput Syeikh untuk dibawa ke tempat kediamannya baginda pun kemudian meminta pandangan dari beberapa penasehatnya tentang masalah ini. Istrinya dan para penasihatanya yang lain sepakat bahwa sebaiknya baginda sendiri yang dating menemui Syeikh Muhammad di rumah Muhammad bin Sulaim. Baginda pun menyetujui nasihat tesebut. Maka pergilah baginda bersama beberpa orang pentingnya ke rumah Muhammad bin Sulaim, di mana Syeikh Muhammad bermlam.

Sesampainya baginda di rumah Muhammad bin Sulaim, Amir Ibnu Saud member salam diblas dengan salam dari Syeikh dan bin Sulaim. Amir Ibnu Saud berkata: “ Ya Syeikh! Bergembiralah anda di negeri kami, kami menerima dan menyambut kedatangan anda di negeri ini dengan penuh gembira. Dan kami berikrar untuk menjamin keselamatan dan keamanan anda Syeikh di negeri ini dalam menyampaikan dakwahnya kepada masyarakat Dariyah. Demi kejayaan dakwah Islamiyah yang anda Syeikh rencanakan, kami dan seluruh keluarga besar Ibnu Saud akan mempertaruhkan nyawa dan harta untuk bersama – sama anda Syeikh berjuang demi meniggikan agama Allah dan menghidupkan sunah RasuNya sehingga Alllah memenanglan perjuangan ini, Insya Allah!”

Kemudian anda Syeikh menjawab: “ Alhamdulillah, anda juga patut gembira, dan Insya Allah negeri ini akan diberkati Allah Subhanahu wa Taala. Kami ingin mengajak umat ini kepada agama Allah. Siapa yang menolong agama ini, Allah akan menolonganya. Dan siapa yang mendukung agama ini, niscaya Allah akan mendukungnya. Dan Insya Allah kita akan melihat kenyataan ini dalam waktu yang tidak begitu lama.” Demikianlah seorang Amir (penguasa) tunggal negeri Dariyah, yang bukan hanya sekedar membela dakwahnya saja, tetapi juga sekaligus membela darahnya bagaikan saudara kandung sendiri, yang bererti di antara Amir dan Syeikh sudah bersumpah setia sehidup – semati, ternyata apa yang diikrarklan oleh Amir Ibnu Saud itu benar – benar ditepatinya. Ia bersama Syeikh siring sejalan, bahu – membahu dalam menegakkan kalimah Allah, dan berjuang di jalanNya.

Nama Syiekh Muhammad bin Abdul Wahab dengan ajaran-ajarannya itu sudah begitu terdengar dikalangangan masyarakat, baik di dalam negeri Dariyah maupun di negeri-negeri tetangga. Masyarakat luar Dariyah pun berduyun-duyun datang ke Dariyah untuk menetap dan tinggal di negeri ini, sehingga negeri Dariyah penuh sesak dengan kaum Muhajirin dari seluruh pelosok tanah Arab. Beliau pun membuka Madrasah dengan mengunakan kurikulum yang menjadi teras bagi perjuangan beliau, yaitu dibidang pengajian Aqaid al-qur’an, tafsir, fiqh, hadith, musthalah hadith, gramatikanya dan lain-lain.

Dalam waktu yang singkat saja, Dariyah telah menjadi kiblat ilmu dan kota pelajar penuntut Islam. Para penuntutilmu, tua dan muda, berduyun – duyun datang ke negeri ini. Di samping pendidikan formal (madrasah), diadakan juga dakwah yang bersifat terbuka untuk semua lapisan masyarakat umum. Gema dakwah beliau begitu membahana di seluruh pelosok Dariyah dan negeri – negri jiran yang lain. Kemudian, Syeikh mula meneggakan jihad, menulis surat – surat dakwahnya kepada tokoh – tokoh tertentu untuk bergabung dengan barisan Muwahhidin yang dipimpin oleh beliau sendiri. Hali ini dalam rangka pergerakan pembaharuan tauhid demi membasmi syirik, bid’ah, dan khufarat di negeri mereka masing – masing. Untuk langkah awal pergerakan itu, beliau memulai di negeri Najd. Beliau pun mula mengirimkan surat – suratnya kepada ulama – ulama dan penguasa – penguasa di sana.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Syeikh al-Islam al-Imam Muhammad bin Abdul  Wahab bin Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyid bin Barid bin Muhammad bin al-Masyarif at- Tamimi al-Hambali an- Najdi adalah seorang ahli teologi agama Islam dan seorang tokoh pemimpin gerakan salafiah yang pernah menjabat sebagai menteri penerangan Kerajaan Arab Saudi.                        Muhammad bin Abdul Wahab berusaha membangkitkan kembali pergerakan perjuangan Islam, para pendukung pergerakan ini sering disebut Wahabbi, tetapi mereka menolak istilah ini karena pada dasarnya ajaran bin Wahhab adalah ajaran Nabi Muhammad, bukan ajarannya sendiri. Karenanya, mereka lebih memilih untuk menyebut diri mereka sebagai Salafis atau Muwahhiddun, yang bererti”satu Tuhan”.

Saran

Perkembangan Islam merupakan sejarah yang dapat dijadikan tauladan, dipelajari dengan mengambil hikmahnya dan menegakkan Syariah Islam jangan sampai terjadi kemunduran.

DAFTAR PUSTAKA

Mufakirin.2000.ENSIKLOPEDIA ISLAM.Bumi Aksara:Jakarta.

Catatan:

Mau lebih lengkap Silahkan KLIK Di SINI

Kategori:Makalah
  1. intania
    2 Desember 2009 pukul 8:12 am

    bisa gk klo menerangkan tentang sejarah nabi muhammad mendakwah di mekkah???

    • atharfekonak
      6 Desember 2009 pukul 12:17 am

      sebelumnya ku minta maaf……
      karena nda bisa memposting sesuai dengan permintaan saudari………

  1. No trackbacks yet.

Tinggalkan Balasan ke intania Batalkan balasan